Contoh Makalah Ham (Hak Asasi Manusia ) Yang Baik dan Benar - Sahabat yang berbahagia pada kesempatan kali ini kami akan memberikan informasi mengenai makalah ham. Hak Asasi adalah kebutuhan yang bersifat mendasar dari umat manusia. Pengertian yang beragam dan luas tersebut pada dasrnya mengandung prinsip bahwa, hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang (pemegang) memiliki keabsahan untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak dipenuhi atau diingkari.
HAM adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki oleh manusia berdasarkan kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci. Dengan kata lain, HAM adalah bermacam-macam hak dasar yang dimiliki pribadi manusia sebagai anugerah dari Allah SWT yang dibawa sejak lahir sehingga hak asasi itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.
Contoh Makalah Ham (Hak Asasi Manusia ) Yang Baik dan Benar
KATA PENGANTAR
Puji sukur kehadirat Allah SWT atas segla rahmat dan hidayatnya yang tiada terkira kepada kita semua sebagai umatNya. Sholawat dan salam tak lupa selalu terucap pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena keteladanan dan ahlaknya dn setiap gerak langkahnya kita dapat menjadi umat terbaik di sisi Allah SWT.
Pembuatan makalah inin tentu tidak luput dari hambatan, namun dengan demikian atas kuasa Allah SWT lewat orang-orang disekitar kita maka makalah ini dapat terwujud. Maka lewat kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terimakasih pada teman-teman yang membantu, serta dosen Kewarganegaraan yang telah memberikan pengarahan.
Dalam makalah ini, dibahas mengenai: HAM serta pelanggaran HAM yang terjadi pada anak jalanan di Indonesia.
Penulisan makalah ini tentu banyak kekurangan-kekurangannya. Maka dari itu banyak harapan dari kami kritik dan saran yang membangun, untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................1
Daftar Isi.................................................................................................2
PENDAHULUAN.........................................................................................3
LatarBelakang..........................................................................................3
Rumusan Masalah.....................................................................................4
Tujuan Penulisan.......................................................................................4
Manfaat Penulisan ....................................................................................4
KAJIAN PUSTAKA......................................................................................5
Pengertian dan Hakekat HAM......................................................................5
Pasal yang memuat tentang HAK Anak........................................................6
ISI.........................................................................................................8
Pengertian dan hakikat HAM......................................................................5
Perkembangan anak jalanan di Indonesia...................................................10
Faktor meningkatnya pelanggaran HAM anak jalanan...................................13
Bentuk-bentuk pelanggaran HAM terhadap anak jalanan..............................14
Data jumlah pelanggaran HAM terhadap anak jalanan..................................15
Ketentuen pidana pelanggaran HAM...........................................................15
Potret Anak Jalanan.................................................................................17
Upaya pemerintah meminimalisir pelanggaran HAM anak jalanan..................19
PENUTUP...............................................................................................21
Simpulan...............................................................................................21
Saran....................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara tentang dunia anak jalanan, terasa tiada habis-habisnya kisah yang bisa diungkapkan. Sebagian besar adalah kisah-kisah duka yang kelam, menjadi catatan sejarah hitam, tidak saja untuk anak-anak tersebut, tapi bagi kita semua yang berhimpun di dalam suatu bangsa ataupun Negara.
Kehidupan jalanan yang dialami oleh anak - anak yang terlantar merupakan suatu bentuk tugas negara yang terbengkalai seperti yang ditunjukkan pada UUD 1945 Pasal 34 Ayat (1) yaitu ,Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Dalam amanat UUD 1945 ini masih saja diabaikan bahkan cenderung disepelekan. Bahkan beberapa tugas negara yang telah menggembar gemborkan keberhasilan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat belum terimplementasikan dengan baik.
Semakin meningkatnya jumlah anak jalanan, semakin meningkat pula pelanggaran HAM terhadap mereka. Indonesia sebagai negara yang demokratis dan memiliki beragam kebudayaan,pada kenyataannya senantiasa menjunjung dan menerapkan konsep penegakkan HAM dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. UUD 1945 sendiri mengakui dengan jelas bagaimana hak asasi manusia itu harus dihargai, dijunjung tinggi, dihormati dan negara menjadi pemangku kewajiban dari pemenuhan hak-hak asasi tersebut. Dasar hukum bagi pelaksanaan HAM di negara ini pun sudah cukup jelas dicantumkan dalam setiap hukum positif yang berlaku, UUD 1945, UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM,dan berbagai ratifikasai penegakkan HAM yang sudah diundangkan. Hal itu berarti,dalam undang-undang tersebut secara eksplisit juga menerapkan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia termasuk anak jalanan sebagai warga negara (masyarakat).
Diperlukan penyelesaian terhadap permasalah yang krusial ini, karena hal ini bukan saja merupakan masalah pribadi pelaku atau keluarga dari anak-anak jalanan tersebut, tetapi sudah menjadi persoalan negara yang perlu di selesaikan atau diminimalisir.
Pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia saat ini, sudah merajarela di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Berbagai media massa, seringkali menampilkan bentuk-bentuk pelanggaran HAM terhadapa anak jalanan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan dan perkembangan anak jalanan di Indonesia?2. Berdasarkan data, bagaimana perkembangan jumlah pelanggaran HAM terhadap anak jalan di Indonesia?3. Faktor apa yang menyebabkan peningkatan jumlah pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia?4. Apa saja bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan terhadap anak jalanan?5. Upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisir pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia?
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat agar kita mengetahui perkembangan dan jumlah anak jalanan di Indonesia, mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan peningkatan jumlah anak jalanan di indonesia, serta untuk mengetahui upaya pemerintah dan kendala apa yang menjadi penyebab tidak berjalannya upaya pemberantasan anak jalanan.
1.4 Manfaat penulisan
- 1. Untuk mengetahui perkembangan dan jumlah anak jalanan di indonesia
- 2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan peningkatan jumlah anak jalanan.
- 3. Untuk mengetahui berbagai bentuk pelanggaran HAM dan ketentuan pidana tentang HAM terhadap anak.
- 4. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah untuk meminimalisir pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Hakekat HAM
Hak Asasi adalah kebutuhan yang bersifat mendasar dari umat manusia. Pengertian yang beragam dan luas tersebut pada dasrnya mengandung prinsip bahwa, hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang (pemegang) memiliki keabsahan untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak dipenuhi atau diingkari. Seseorang yang memegang hak atas sesuatu, maka orang tersebut dapat memperlakukan sesuatu sebagaimana dikehendaki, atau sebagaimana keabsahan yang dimilikinya. (Hak Asasi Manusia:2005)
Dalam pasal 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia disebutkan, “Hak assasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Selanjutnya, secara operasional dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, ada beberapa bentuk:
- 1. Hak untuk hidup
- 2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
- 3. Hak mengembangkan diri
- 4. Hak memperoleh keadilan
- 5. Hak atas kebebasan pribadi
- 6. Hak atas rasa aman
- 7. Hak atas kesejahteraan
- 8. Hak turut serta dalam pemerintahan
- 9. Hak wanita
- 10. Hak anak.
2.2. Pasal yang memuat tentang HAK Anak
Pasal 28 b (ayat 2) UUD 1945 : Setiap orang berhak ata skelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.
Selain UUD 45, UU No 39 Tahun 1999, pasal 52-58 juga mengatur tentang hak anak. Adapun isinya adalah :
Pasal 52
(1) Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua keluarga masyarakat dan negara
(2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan
Pasal 53
(1) Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup mempertahankan hidup dalam meningkatkan taraf kehidupannya.
(2) Setiap anak dalam kehidupannya berhak atas suatu nama dan status kewarganegaraan
Pasal 54
Setiap anak yang cacat fisik atau mental berhak memperoleh perawatan , pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat ,berbangsa daan bernegara.
Pasal 55
Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamamu, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan intelektualitas dan usianya dibawah bimbingan orang tua dan atau wali.
Pasal 56
(1) Setiap anak berhak untuk mengetahui siapa orang tuanya.dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri Dalam hal orang tua anak tidak mampu membesarkan dan memelihara ankanya dengan baik dan sesuai dengan undang-undang ini,maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai anak oleh orang lain sesuai ketentuan peraturan perundang undangan .
Pasal 57
(1) Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orangtua atau walinya sampai dewasa dengan ketentuan peraturan perundang undaangan .
(2) Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagi orang tua.
(3) Orang tua angkat attau wah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harusmenjalankan kewajiban sebagai orang tua yang sesungguhnya.
Pasal 58
(1) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya, ataiu pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuh anak tersebut.
BAB III
ISI
3.1 Pengertian Dan Hakikat Hak Asasi Manusia
Sebelum memasuki pembahasan mengenai pelanggaran HAM pada anak jalanan. ada baiknya dikemukakan terlebih dahulu definisi dasar tentang hak secara definitif. “Hak” merupakan untuk normatik yang berfungsi sebagai panduan perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam rangka menjaga harkat dan martabatnya.
Beberapa pengertian hak menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah :
1. yang benar,
2. milik atau kepunyaan,
3. kewenangan,
4. kekuasaan untuk berbuat sesuatu atau untuk menuntut sesuatu,
5. derajat atau martabat
Dalam pasal 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia disebutkan, “Hak assasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM, yaitu:
- 1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli, atau diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
- 2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agam, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
- 3. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak ada yang bisa membatasi atau melangggar hak orang lain. Seseorang tetap mempunyai HAM walaupun negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM tersebut.
Bentuk-Bentuk HAM
Dalam deklarasi universal tentang HAM (Universal Declaration Of Human Rights) atau DUHAM, hak asasi manusia terbagi dalam beberapa jenis, yaitu:
- a. hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi)
- b. hak legal (hak jaminan perlindungan hukum)
- c. hak sipil dan politik
- d. hak subsistensi (hak jaminan sumber daya untuk menunjang kehidupan)
- e. hak ekonomi, sosial dan budaya.
Selanjutnya, secara operasional dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, ada beberapa bentuk:
- 1. Hak untuk hidup
- 2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
- 3. Hak mengembangkan diri
- 4. Hak memperoleh keadilan
- 5. Hak atas kebebasan pribadi
- 6. Hak atas rasa aman
- 7. Hak atas kesejahteraan
- 8. Hak turut serta dalam pemerintahan
- 9. Hak wanita
- 10. Hak anak.
Pelanggaran Dan Pengadilan Ham
Yang dimaksud dengan pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk aparatur Negara, baik disengaja ataupun tidak, atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut HAM yang telah dijamin oleh undang-undang, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar. Pelanggaran HAM tergolong berat, baik berupa kejahatan genosida dan kemanusiaan. Sedangkan pelanggaran selain dari keduanya tergolong ringan.
3.2 Perkembangan Anak Jalanan Di Indonesia
Persoalan anak jalanan pada masa sekarang tampaknya tidak ada perbedaan dengan kenyataan anak jalanan pada periode-periode sebelumnya. Berbagai situasi yang mengancam pertumbuhan dan keberlangsungan hidup mereka masih merupakan ancaman nyata. Berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi masih menjadi warna-warni kehidupan keseharian mereka.
Dewasa ini, pertumbuhan anak jalanan di Indonesia semakin meningkat, terutama di kota-kota besar. Jakarta adalah salah satu contoh, dimana kita akan sangat mudah menemui anak jalanan di berbagai tempat, mulai dari perempatan lampu merah, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan bahkan mal. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa biasanya mereka memang dikoordinir oleh kelompok yang rapi dan profesional, yang sering disebut sebagai mafia anak jalanan. Hal ini juga yang menyebabkan meningkatnya pelanggaran HAM yang terjadi kepada anak-anak jalanan tersebut .
Meningkatnya. berbagai bentuk pengabaian dan pelanggaran hak anak di Indonesia yang terjadi sepanjang tahun 2011, menunjukkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua telah gagal menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak anak di Indonesia. Merujuk data layanan pengaduan masyarakat melalui Hotline Service dalam bentuk pengaduan langsung, telephone, surat menyurat maupun elektronik, sepanjang tahun 2011 KomNas Anak menerima 2.386 kasus. Sama artinya bahwa setiap bulannya KomNas Anak menerima pengaduaan masyarakat kurang lebih 200 (dua ratus) pengaduan pelanggaran terhadap hak anak. Angka ini meningkat 98% jika dibanding dengan pengaduan masyarakat yang di terima Komisi Nasional Perlindungan Anak pada tahun 2010 yakni berjumlah 1.234 pengaduan. Dalam laporan pengaduan tersebut, pelanggaran terhadap hak anak ini tidak semata-mata pada tingkat kuantitas jumlah saja yang meningkat, namun terlihat semakin komplek dan beragamnya modus pelanggaran hak anak itu sendiri. Pengaduan hak asuh (khususnya perebutan anak pasca perceraian) misalnya, mendominasi pengaduan sepanjang tahun 2011 ini.
1. HAK PENDUDUK & KEBEBASAN SIPIL
Sebagaimana tercantum dalam ketentuan pasal 28 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa mendapatkan akta kelahiran adalah merupakan bentuk pengakuan pertama negara terhadap keberadaan seorang anak. Mendapatkan hak anak atas akta kelahiran disebut juga sebagai hak Kependudukan dan kebebasan sipil. Namun dalam kenyataannya masih ditemukan kurang lebih 50 juta anak yang tersebar di tanah air, tidak memiliki akta kelahiran, ini sama artinya secara hukum jutaan anak-anak saat ini tidak diakui sebagai warga negara Indonesia dan bahkan dengan sendirinya tidak berhak mendapat layanan dari negara.
2. HAK PENDIDIKAN
- a) Akses Pendidikan Terbatas
Bentuk pelanggaran Hak Anak lainnya adalah Hak anak atas pendidikan, KomNas Perlindungan Anak mencatat sekitar 2,5 juta jiwa anak dari 26,3 juta anak usia wajib belajar di tahun 2010 yakni usia 7-15 tahun, belum dapat menikmati pendidikan dasar semblan tahun. Sementara itu, 1,87 juta jiwa anak dari 12,89 juta anak usia 13-15 tahun tidak mendapatkan hak atas pendidikan. Berbagai faktor penyebab anak tidak dapat bersekolah, antara lain sulitnya anak untuk mendapatkan akses sekolah, secara khusus anak-anak yang berada di dalam wilayah perbatasan maupun di daerah Komunitas adat terpencil serta kurangnya kesadaran orang tua.
- b) Kekerasan di Lingkungan Sekolah
Sepanjang tahun 2011 ini, kasus tawuran cukup banyak mendapat sorotan dan menjadi topik hangat ditengah-tengah masyrakat. Maraknya peristiwa kekerasan antar sesama anak sekolah merupakan fenomena sosial yang berkembang ditengah-tengah masyarakat remaja. Sementara itu, sepanjang tahun 2011, Komisi Nasional Perlindungan anak mencatat ditemukan 339 kasus tawuran. Kasus tawuran antar pelajar di Jabodetabek meningkat jika dibanding 128 kasus yang terjadi pada ahun 2010. KomNas Anak mencatat, dari 339 kasus kekerasan antar sesama pelajar SMP dan SMA ditemukan 82 diantaranya meninggal dunia, selebihnya luka berat dan ringan.
3. HAK KESEHATAN
a) HIV/AIDS
Sementara itu, menurut laporan Depkes, hingga Juni 2011 tercatat 821 penderita AIDS berusia 15 – 19 tahun, bahkan 212 penderita berusia 5 – 14 tahun. Sedangkan untuk anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, Badan Narkotika Nasional (2006) menyebutkan bahwa 80 % dari sekitar 3,2 pengguna berasal dari kelompok usia muda (remaja/pemuda).
- b) Anak Korban Gizi Buruk
Fenomena lainnya adalah kasus anak kurang gizi (marasmus kwasiokor). Menurut data yang dihimpun KomNas Perlindungan Anak dari laporan 33 Lembaga Perlindungan Anak (LPA) yang tersebar di 33 kota propinsi diperkirakan ada 10 juta anak-anak usia balita menderita kurang gizi, 2 juta di antaranya menderita gizi buruk. Kasus ini dapat ditemui dengan sebaran di pulau Sumatra, NTT, NTB, dan Sulawesi. Menurut data Komnas PA, di Sumatra Barat terdapat 23.000 dari total 300.000 anak usia balita terancam menderita gizi buruk dan itu juga berlangsung di beberapa daerah lainnya.
4. PERLINDUNGAN KHUSUS
- a) Kekerasan
Dalam klaster anak membutuhkan perlindungan khusus, sepanjang tahun 2011, KomNas Anak telah mencatat 2.508 kasus kekerasan terhadap anak. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 yakni 2.413 kasus. 1.020 atau setara 62,7 persen dari jumlah angka tersebut adalah kasus kekerasan seksual yang dilakukan dalam bentuk sodomi, perkosaan, pencabulan serta incest, dan selebihnya adalah kekerasan fisik dan psikis.
- b) Anak Berhadapan Dengan Hukum
Demikian juga dengan angka kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Sepanjang tahun 2011 KomNas Anak menerima 1.851 pengaduan anak yang berhadapan dengan hukum (anak sebagai pelaku) yang diajukan ke pengadilan. Angka ini meningkat dibanding pengaduan pada tahun 2010, yakni 730 kasus. Hampir 52 persen dari angka tersebut adalah kasus pencurian diikuti dengan kasus kekerasan, perkosaan, narkoba, perjudian, serta penganiayaan dan hampir 89,8 persen kasus anak yang berhadapan dengan hukum berakhir pada pemidanaan atau diputus pidana.
Mencermati data di atas rasanya sungguh ironis karena hampir pasti hak dan kewajiban orang tua termasuk negara hingga kini tidak dilaksanakan secara maksimal, meskipun tidak dapat dipungkiri sejumlah upaya telah diupayakan pemerintah melalui proyek pengentasan kemiskinan, peningkatan harkat dan martabat anak jalanan melalui rumah singgah.
3.3 Faktor Utama Peningkatan pelanggaran HAM terhadap Anak Jalanan Di Indonesia
Faktor utama meningkatnya pelanggaran HAM terhadap anak jalanan adalah hal yang menyebabkan mereka menjadi anak jalanan, yaitu kemiskinan. Karena kemiskinan sangat sinergis dengan pelanggaran HAM terutama pada anak-anak jalanan.
Peningkatan jumlah anak jalanan pada masa krisis bisa dipahami lantaran memang langsung berpengaruh pada keluarga-keluarga kelas menengah ke bawah yang tersudut dan kesulitan untuk mampu memenuhi kebutuhan hidup berdasarkan pendapatan yang diperolehnya. Sebab itulah, banyak orangtua melibatkan anak-anak untuk mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhannya sendiri agar berkurang beban keluarga, atau bahkan anak diharapkan juga bisa memberikan kontribusi pendapatan keluarga.
Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan pelanggaran HAM, kebutuhan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup harus berhadapan dengan bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan kepada anak-anak jalanan tersebut.
Secara terperinci , beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah anak jalanan antara lain :
- 1. . Sejumlah kebijakan makro dalam bidang sosial ekonomi telah menyumbang munculnya fenomena anak jalanan.
- 2. Modernisasi, industrialisasi, migrasi, dan urbanisasi menyebabkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup yang membuat dukungan sosial dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang.
- 3. Kekerasan dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak keluar dari rumah dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan jumlah anggota keluarga yang besar.
3.4 Bentuk-Bentuk pelanggaran HAM terhadap anak jalanan
Tidak dapat kita pungkiri kehidupan anak jalanan hampir identik dengan pandangan negatif masyarakat. Kehidupan mereka yang keras dan jauh dari kata pengawasan orang tua. Ngelem sebagai kegiatan teler dan sebangsanya hampir menjadi label khusus anak jalanan. Belum lagi tindakan kriminal seperti pencurian, pemalakan, atau bahasa-bahasa kasar yang mereka pakai. Perlakuan yang mereka alami seperti kekerasan, baik kekerasan fisik, mental ataupun seksual dianggap sudah lumrah terjadi. Padahal dalam diri anak jalanan juga melekat harkat dan martabatnya sebagai manusia seutuhnya, anak juga memiliki hak azasi manusia yang diakui oleh masyarakat juga bangsa, dimana kedudukan anak yang sungguh penting dalam kehidupan manusia yang menghendaki sistem perlindungan yang berpihak terhadap anak.
Anak jalanan karena keterbatasannya mereka tidak mendapat pendidikan yang layak. Tentunya, ini menjadi tidak seperti yang sering kali muncul di televisi dimana anak bebas dan gratis menikmati bangku sekolah dan diantar orang tuanya penuh dengan kegembiraan.
Selain itu, rentan terjadinya kekerasan, diskriminasi terhadap anak jalanan yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Anak-anak jalanan dimanfaatkan menjadi pengemis, dan kemudian menyerahkan uang hasilnya kepada “bandar” atau dipekerjakan secara eksploitasi. Eksploitatif terjadi karena anak jalanan memiliki posisi tawar menawar yang sangat lemah. Bentuk eksploitasi dalam kehidupan mereka, seperti seks, pekerjaan dan kehidupan yang lebih luas. Eksploitasi ini bertingkat dari cara yang halus sampai yang sangat kasar. Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) adalah penggunaan anak untuk tujuan seksual dengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain antar anak, pembeli jasa seks, perantara atau agen, dan pihak lain yang memperoleh keuntungan dari perdagangan seksualitas anak tersebut. Eksploitasi pekerjaan bersifat penghisapan upah mereka. Di Philipina dan Thailand, ancaman sodomi dan pembunuhan oleh kaum paedophilia (orang yang secara seksual tertarik pada anak) bukan berita baru lagi. Sodomi, pembunuhan dan pelacuran anak-anak dibawah umur merupakan ancaman terhadap anak jalanan di seluruh dunia. Terkait dengan ini adalah penyebabnya virus HIV, karena sodomi dan pelacuran merupakan perilaku yang beresiko tinggi untuk penyebaran HIV. Anak jalanan juga sering kali menjadi korban trafficking anak baik di dalam negeri maupun luar negeri (TKI ilegal) semakin marak.
Situasi ini tentu saja adalah bentuk pelanggaran terhadap konstisusi dan Hak Asasi Manusia. Padahal, secara gamblang disebutkan bahwa di dalam UU tersebut setiap anak menjadi tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dan Negara dalam mewujudkan hak anak untuk hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi optimal, mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, mendapat identitas diri, memperoleh pelayanan dan fasilitas kesehatan serta jaminan sosial sesuai fisik, mental, spiritual, dan sosial, memperoleh pendidikan dan pengajaran dengan tanggungan biaya cuma-cuma untuk anak-anak kurang mampu dan terlantar, menyatakan pendapat, bermain dan berkreasi, membela diri dan memperoleh bantuan hukum, dan bebas berserikat dan berkumpul, termasuk kewajiban pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.
Sebagai suatu hak yang harus dipenuhi oleh Negara, maka wajarlah bila Negara mengeluarkan biaya yang banyak untuk pemenuhan, perlindungan, dan pemajuan akan hak-hak pendidikan anak, kesehatan anak, kemerdekaan anak, dan hak anak lainnya. Hal itu mengingat bahwa penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan pada prinsipnya cost centre (menghabis-habiskan biaya), bukan profit centre (yang dapat mendatangkan keuntungan).
3.5 Data Jumlah pelanggaran HAM terhadap Anak Jalanan Di Indonesia
Dalam undang-undang dan bahkan konvensi PBB, tentang perlindungan hak anak sepertinya sudah lebih dari cukup untuk menjamin anak mendapatkan haknya. Namun kenyataan berkata lain. Sebagai contoh, dinas bina mental dan kesejahteraan sosial pemerintah DKI jakarta mencatat, bahwa di Jakarta sjumlah 8158 telah menjadi anak jalanan, bahkan komnas perlindungan anak mencatat terhadinya 688 kasus kekerasan pada anak, 381 meliputi kekerasan fisik dan psikologis, dan 80% pelaku kekerasan adalah orangtua sendiri. Diperkirakan tiap 1-2 menit terjadi kekerasan pada anak di Indonesia.
3.6 Ketentuan pidana pelanggaran HAM terhadap anak
Berikut adalah beberapa ketentuan pidana atas pelanggaran dan tindakan kejahatan mengenai anak :
Pasal 77 UU no.23/02 mengenai tindakan diskriminasi, penelantaran yang mengakibatkan anak mengalami sakit baik fisik maupun mental dapat dipidanakan dengan kurungan penjara paling lama 5( lima) tahun atau denda Rp. 100.000.000,00- (seratus juta rupiah)
Pasal 80 UU no.23/02
- (1) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
- (2) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
- (3) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
3.7 Potret Anak Jalanan
3.8 Upaya pemerintah untuk meminimalisir pelanggaran Ham terhahap anak jalanan di indonesia
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Anak sebagai individu yang paling rentan posisinya dalam masyarakat memerlukan perlindungan yang telah dijanjikan Negara. Maka, sudah sepantasnya pemerintah membuat kebijakan yang lebih kongkrit terhadap perlindungan anak jalanan dan memenuhu hak mereka sebagai warga negara. Namun Negara kita yang masih berkembang belum mampu merealisasikan UU tersebut dengan maksimal.
Sejumlah pengelola rumah singgah, pegiat anak-anak jalanan, dan wakil rakyat pesimistis. Sebab, persoalan anak jalanan adalah cermin kemiskinan dan bukan sebatas persoalan teknis dan dana. Faktanya, ketiga-tiganya bermasalah di Indonesia.
Kehadiran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di daerah pentinguntuk menyosialisasikan peraturan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Tanpa sinergi dan kerja sama dengan pihak terkait lainnya, KPAI pun tidak mungkin bisa bekerja dengan maksimal.
Solusi penting yang harus direalisasikan pemerintah adalah mengurangi jumlah kemiskinan yang tentu akan megurangi jumlah anak jalanan serta pelanggaran HAM terhadap mereka,
Pemerintah Pusat mentargetkan tahun 2014 Indonesia terbebas dari anak jalanan. Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri menyatakan untuk mendukung program ini, Kementrian Sosial meluncurkan tabungan bagi anak jalanan. Jumlah anak jalanan di Indonesia mencapai 230-an ribu orang.
“Tabungan yang kita sudah salurkan itu sudah mendekati 2 ribu untuk anak jalanan di Jakarta. Apa yang disebutkan di tabungan tersebut, yaitu uang untuk anak dan kebutuhan anak sekitar Rp1, 440 juta setahun. Jadi gak banyak, seperti uang jajan dia, nutrisi, seluruh kebutuhan anak di situ. Tapi dengan catatan kita beritahu pada orang tunya kalau sampai menyuruh anak ke jalanan ini kita ambil. Kita sudah membuat MoU dengan tujuh kementrian untuk bersama-sama bagaimana anak-anak ini diselamatkan dari jalanan. Jadi mereka harus sekolah, harus memiliki cita-cita, harus diupayakan mereka mampu meraih cita-citanya. Itu harus kembali ke lembaga pendidikan, ke sekolah. Hak-hak mereka harus dipenuhi seperti kesehatan mereka mendapatkan perlindungan tumbuh kembang yang sehat juga ini harus kita wujudkan ke mere-mereka tersebut juga.”.
Semoga saja rencana pemerintah untuk meminimalisir jumlah anak jalanan serta pelanggaran HAM di indonesia sekarang ini bukan hanya omong kosong, tapi disertai realisasinya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia semakin memprihatinkan. Berdasarkan data yang ada, pelanggaran HAM terhadap anak jalanan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Faktor utama yang menyebabkan peningkatan pelanggaran HAM tersebut yaitu faktor kemiskinan kemiskinan itu sendiri.
Pada tahun 2010, pemerintah mencangkan Indonesia bebas anak jalanan 2011, namun rencana tersebut tidak terealisasi karena banyaknya kendala. Sekarang pemerintah kembali mencanangkan program indonesia bebas anak jalanan 2014. Semoga saja wacana pemerintah untuk meminilaisir jumlah anak jalanan dapat terealisasi sehingga pelanggaran HAM terhadap anak jalanan pun berkurang.
4.2 Saran
Bertitik tolak dari langkah-langkah pemerintah di atas, sesungguhnya telah terbukti bahwa pemerintah telah secara bersungguh sungguh untuik menjadi bagian dari masyarakat internasional dalam mengimplementasikan dan internalisasi kedalam penyelenggaraan negara. Namun disisi lain segenap upaya dan usaha itu tidak akan berarti apa-apa bila dalam kenyataanya tidak diiringi oleh peran serta masyarakat yang aktif.
Sekianlah informasi yang dapat kami berikan pada kesempatan kali ini mengenai Contoh Makalah Ham. Mudah Mudahan bermanfaat bagi sahabat semua yang sedang membutuhkan.